Hari ini Jumat 26 Agustus 2016, kegiatan Remaja Masjid diikuti oleh anggota dari kelas 7 dan 8. Seperti biasa, kegiatan dimulai setelah sholat Jumat usai. Pada pelaksanaan sholat Jumat kali ini beberapa bapak ibu guru mendampingi para siswa. Seperti tampak dalam gambar ibu Hj. Tri Astutik, S.Pd, ibu Haryuni, S.Pd mendampingi siswa perempuan, sedangkan siswa laki - laki didampingi oleh bpk Ahmad Nasirudin, M.Pd.I, bpk Slamet Pitoyo, S.Pd, bpk Pri Afandi, S.Pd, bpk Rohmad serta bapak guru lain dan karyawan / staf kantor.
Khutbah Jumat disampaikan oleh bpk Ahmad Nasirudin, M.Pd.I dengan tema *ISTIQOMAH KUNCI KEBERHASILAN*.
Seperti biasa, siswi - siswi yang ada udzur tetap diharuskan mengikuti kegiatan dengan cara merangkum khutbah Jumat kemudian diserahkan kepada bpk ibu guru pengajar Pendidikan Agama Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan kepada para siswi supaya tetap mengetahui tatacara sholat jumat dan juga mendapatkan nasehat dari khutbah Jumat yang disampaikan oleh khatib sholat jumat.
Tepat pukul 12.30 kegiatan Remaja Masjid dimulai. Semua anggota berkumpul di serambi masjid seperti biasanya.
Pembawa acara dibawakan oleh Puput Nuril Firdaus dari kelas 8I.
Pembacaan ayat suci Al Quran oleh Reyhan Adivara Maulana kelas 8A
Kultum disampaikan oleh Ganjar Puji Widodo kelas 8A.
Tema yang disampaikan tentang *KEMERDEKAAN PRIBADI*. Disampaikan dengan gaya yang kocak sehingga membuat anggota Remaja masjid tertawa mendengarnya.
Dalam kesempatan ini, bpk Ketua Takmir Masjid Baitul Muttaqien, bpk Slamet Pitoyo, S.Pd juga menyampaikan nasehat - nasehat untuk anggota Remaja masjid diantaranya harapan supaya anak - anak yang tergabung dalam remaja masjid tidak bosan - bosan untuk mengikuti kegiatan supaya mendapatkan ilmu yang dapat dimanfaatkan nanti pada kehidupan selanjutnya.
Acara inti kegiatan kali ini adalah belajar membaca surat Asy Syamsi yang dibimbing oleh bpk Ahmad Nasirudin, M.Pd.I.
ســـــــــــــــــــــورة
الشمس
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا {1} وَالْقَمَرِ إِذَا تَلاَهَا {2} وَالنَّهَارِ
إِذَا جَلاَّهَا {3} وَالَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا {4} وَالسَّمَآءِ وَمَابَنَاهَا
{5} وَاْلأَرْضِ وَمَاطَحَاهَا {6} وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا {7} فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا {8} قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا {9} وَقَدْ خَابَ مَن
دَسَّاهَا {10} كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَآ {11} إِذِ انبَعَثَ أَشْقَاهَا
{12} فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْياَهَا {13}
فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُم بِذَنبِهِمْ
فِسَوَّاهَا {14} وَلاَيَخَافُ عُقْبَاهَا {15}
Surat
Asy Syams terdiri atas 15 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah,
diturunkan sesudah surat Al Qadar. Dinamai Asy Syams (matahari) diambil dari
perkataan Asy Syams yang terdapat pada ayat permulaan surat ini.
Di dalam tafsir Al Azhar, tafsir Al Quran yang dikarang oleh Buya Hamka beliau menulis sebagai berikut :
Di
sini Tuhan Allah mengambil persumpahan dengan beberapa makhluk yang Dia
ciptakan, yang samasekali itu adalah makhluk besar jika dibandingkan dengan
kejadian manusia. Mula sekali di Surat ini Tuhan bersumpah dengan matahari, dan
matahari pula yang menjadi nama Surat ini; “Demi matahari dan cahaya siangnya.”
(ayat 1). Karena apabila matahari telah mulai terbit, kian lama dia akan
kian tinggi dan kian memancar pulalah cahaya siangnya. Maka terasalah betapa
sangkut pautnya kehidupan manusia dengan cahaya matahari di siang hari itu.
Dalam ayat ini ada disebut waktu Dhuha,
yaitu sejak matahari mulai berangsur panas, sampai matahari di pertengahan
langit. Waktu itu disebut waktu Dhuha. Syaikh Muhammad Abduh dalam
tafsir Juzu’ ‘ammanya mengatakan bahwa matahari dijadikan persumpahan oleh
Tuhan agar kita perhatikan terbitnya dan terbenamnya, karena dia adalah makhluk
Tuhan yang besar dan dahsyat. Dan Tuhan ambil pula cahaya siangnya jadi
persumpahan karena cahaya itulah sumber kehidupan dan penerang mencari petunjuk
dalam alam ciptaan Tuhan yang luas ini. Di mana engkau akan dapat hidup kalau
cahaya matahari tak menerangi? Dan di mana engkau akan dapat melihat sesuatu
yang tumbuh dan berkembang? Bahkan di mana engkau dapat mengetahui dirimu
sendiri, kalau tak ada cahaya Sang Surya?
“Demi bulan apabila dia
mengikutinya.” (ayat 2). Yang dimaksud bulan mengikuti matahari ini ialah di
saat-saat bulan mencapai purnamanya, sejak 13 hari bulan sampai 16 hari bulan.
Waktu itulah bulan penuh sebagaimana adanya kelihatan dari muka bumi, sehingga
malam pun mendapat sinaran dari bulan sepenuhnya sejak matahari terbenam sampai
fajar menyingsing. Oleh sebab itu persumpahan Ilahi tertuju di sini bukan
semata kepada bulannya, tetapi terutama lagi kepada perbandingan cahayanya
dengan cahaya matahari. Bukanlah maksud ayat ini bahwa bulan sendirilah yang
mengikuti matahari, sebab sebagai tersebut di dalam Surat 36, Yaa-Siin ayat 40
perjalanan bulan itu jauh lebih cepat dari perjalanan matahari, sehingga
“Tidaklah selayaknya matahari menukar bulan”, sebab perjalanan matahari itu
lebih lambat (365 hari edaran satu tahun) dan bulan lebih cepat (354 hari dalam
setahun).
“Demi siang apabila
menampakkannya.” (ayat 3). Artinya, apabila hari telah bertambah siang,
bertambah nampak jelaslah matahari itu, bahkan adanya matahari yang jelas
itulah yang menyebabkan adanya siang. Karena di waktu itulah matahari yang
memancarkan cahaya itu menjadi lebih jelas. Sehingga jelaslah dalam ayat ini
betapa pentingnya cahaya itu bagi seluruh alam dalam kekeluargaan matahari,
terutama di muka bumi kita ini. Dan kepentingan perhatian kita di hadapan
cahaya itu bertambah lagi karena ayat yang berikutnya; “Demi malam apabila
menutupinya.” (ayat 4). Karena bila matahari telah terbenam datanglah malam.
Malam ialah saat-saat berpengaruhnya kegelapan, karena matahari tidak kelihatan
lagi. Dan kegelapan malam itu mempengaruhi kepada urat-urat saraf kita. Dengan
datangnya malam, yang matahari laksana tersimpan dahulu, kita pun dapat
beristirahat menunggu matahari terbit pula.
“Demi langit dan apa yang
mendirikannya.” (ayat 5). Setelah diambil perhatian kita kepada matahari, bulan
dan siang dan malam, pada yang kelima diperingatkanlah keindahan langit itu
sendiri, dan apa atau siapakah yang membina langit yang
demikian indah, yang kadang-kadang dinamai “gubah hijau”, demi indah permainya
di siang hari ketika awan beriring ke tepi, bukan berarak ke tengah. Dan lebih
indah lagi bila kelihatan di malam hari dengan hiasan bintang-bintang, tidak
pernah membosankan mata memandang, lebih-lebih lagi mereka yang berperasaan
halus.
“Demi bumi dan apa yang
menghamparkannya.” (ayat 6). Kelihatan pula keindahan bumi dengan lautan dan
daratannya, gunung dan ganangnya, danau dan tasiknya, rimba dan padang
belantaranya. Kayu-kayuannya, rumput-rumputannya, binatang-binatangnya, ikannya
di laut, ternaknya di padang. Sebagai ayat 5 tentang langit, perhatian pun
ditarik untuk memperhatikan apa yang menghamparkan bumi itu begitu
indah, dengan padang saujananya yang serenjana mata memandang. Alangkah
dahsyatnya kejadian bumi itu, apakah agaknya, atau siapakah yang
menghamparkannya sehingga manusia dapat hidup di dalam bumi terhampar itu? Di
kedua ayat ini, ayat lima dan ayat enam; dikatakan apa untuk mencari siapa!
Untuk menegaskan dari apa
kepada siapa, datanglah ayat selanjutnya; “Demi sesuatu diri dan apa
yang menyempurnakannya.” (ayat 7). Atau sesuatu jiwa, yang dimaksud ialah
peribadi seorang Insan, termasuk engkau, termasuk aku. Sesudah kita disuruh
memperhatikan matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi dan
latarbelakang segala yang nyata itu, yang di dalam filsafat dinamai fisika,
kita disuruh mencari apa metafisikanya, sampai hendaknya kita
menginsafi bahwa segala-galanya itu mustahil terjadi dengan sendirinya.
Semuanya teratur, mustahil tidak ada yang mengatur. Untuk sampai kesana,
sesudah melihat alam keliling, hendaklah kita melihat diri sendiri; Siapakah
AKU ini sebenarnya? Aku lihat matahari dan bulan itu, siang dan malam itu,
langit dan bumi itu, kemudian aku fikirkan; “Aku yang melihat ini sendiri
siapakah adanya?” Mula-mula yang kita dapati ialah; “Aku Ada!” bukti bahwa aku
ini ADA ialah karena aku berfikir. Aku Ada, karena aku bertanya. Sesudah Aku
yakin akan ADAnya aku, datanglah pertanyaanku terakhir; ”secara kebetulankah
AKU ADA ini? Secara kebetulankah aku ini berfikir? Dan apa artinya AKU ADA ini?
Siapakah yang aku? Apakah tubuh kasar ini, yang dinamai fisika pula.
Kalau hanya semata-mata tubuh kasar ini yang aku, mengapa waktu berhenti
bernafas dan orang pun mati? Dan barulah sempurna hidupku karena ada
gabungan pada diriku ini di antara badan dan nyawa. Dan nyawa itu pun adalah
sesuatu yang metafisika, di luar kenyataan! Maka lanjutlah pertanyaan! Apa dan
siapakah yang menyempurnakan kejadianku itu?”
Di sinilah kita mencari Tuhan
Maha Pencipta, setelah kita yakin akan adanya diri kita. Di sinilah terletak pepatah terkenal:
“Barang siapa yang telah mengenal akan dirinya,
niscaya akan kenallah dia kepada Tuhannya.”
Sedangkan diri sendiri lagi menjadi suatu persoalan besar,
apakah lagi persoalan tentang mencari hakekat Tuhan. Maka akan nyatalah dan
jelaslah Tuhan itu pada matahari dengan cahaya siangnya, bulan ketika
mengiringinya, siang ketika menampakkannya, malam ketika menutupinya, langit
yang jelas betapa kokoh pendiriannya dan bumi yang jelas betapa indah
penghamparannya; akhirnya diri kita sendiri dengan serba-serbi keajaibannya.
“Maka menujukkanlah Dia.”
(pangkal ayat 8). Dia, yaitu Tuhan yang mendirikan langit menghamparkan bumi
dan menyempurnakan kejadian Insan. Diberi-Nya Ilham diberi-Nya
petunjuk “kepadanya.” Artinya kepada diri Insan tadi; “Akan
kejahatannya dan kebaikannya.” (ujung ayat 8).
Diberilah setiap diri itu Ilham
oleh Tuhan, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan membawa celaka
supaya janganlah ditempuh, dan bersamaan dengan itu diberinya pula petunjuk
mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan bahagia dunia dan akhirat.
Artinya, bahwa setiap orang
diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima Ilham dan petunjuk.
Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dan mana yang akan selamat.
Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya. Di Surat Al-Balad yang baru lalu
pada ayat 10 dikatakan juga:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
mendaki.”
“Maka
berbahagialah barangsiapa yang membersihkannya.” (ayat 9). Setelah Tuhan
memberikan Ilham dan petunjuk, mana jalan yang salah dan mana jalan kepada
takwa, terserahlah kepada manusia itu sendiri, mana yang akan ditempuhnya,
sebab dia diberi Allah akal budi. Maka berbahagialah orang-orang yang
membersihkan jiwanya atau dirinya, gabungan di antara jasmani dan rohaninya.
Jasmani dibersihkan dari hadas dan najis, hadas besar atau kecil, baik najis
ringan atau berat. Dan jiwanya dibersihkan pula daripada penyakit-penyakit yang
mengancam kemurniannya. Penyakit paling berbahaya bagi jiwa ialah
mempersekutukan Tuhan dengan yang lain, mendustakan kebenaran yang dibawa oleh
Rasul, atau bersifat hasad dengki kepada sesama manusia, benci, dendam,
sombong, angkuh dan lain-lain.
“Dan celakalah barangsiapa yang mengotorinya.” (ayat
10). Lawan dari mensucikan atau membersihkan ialah mengotorinya. Membawa diri
ke tempat yang kotor; kotor jasmani tersebab najis, tidak istinja’ (bersuci
daripada najis dan hadas), tidak berwudhu’ lalu tidak sembahyang, tidak tahu
kebersihan. Seorang yang beriman hendaklah selalu mengusahakan pembersihan diri
luar dan dalam, dan jangan mengotorinya. Sebab kekotoran akan membuka segala pintu kepada
berbagai kejahatan yang besar. Sebagai salah satu bukti dari kekotoran jiwa itu
ialah perbuatan kaum Tsamud, kaum yang didatangi oleh Rasul Allah yang bernama
Shalih.
“Telah mendustakan Tsamud, tersebab kesombongannya.” (ayat 11). Kesombongan
adalah salah satu akibat dari kekotoran jiwa. Kaum Tsamud sombong, angkuh dan lantaran
itu mereka tidak memperdulikan peraturan dan tidak menghargai janji yang telah
diikat dengan Allah; “Seketika telah bangkit orang yang paling celaka di
antaranya.” (ayat 12). Di dalam Surat-surat yang lain yang telah kita
tafsirkan, telah kita ketahui bahwa sekelompok orang-orang celaka yang tidak
menghargai nilai-nilai budi dan sopan, santun, peminum tuk dan pezina, telah
bangkit menantang dan melanggar peraturan Allah.
“Lalu berkata Rasul Allah kepada
mereka.” (pangkal ayat 13). Yaitu Rasul Allah dan Nabi-Nya, Shalih
‘alaihis-salam, yang telah diutus Allah kepada kaum itu. Mulanya mereka tidak
mau percaya kepada Risalat yang dibawa oleh Nabi Shalih; lalu akhirnya mereka
meminta ayat, atau tanda dan mu’jizat akan jadi bukti bahwa dia memang Utusan Tuhan.
Lalu Tuhan ciptakan seekor unta besar. Maka dibuatlah janji bersama, bahwa jika
unta itu tercipta, maka minuman akan dibagi; sehari minuman untuk unta dan
sehari untuk penduduk negeri itu. Air itu timbul dari satu mata-air yang
jernih. Di hari minuman unta mereka tidak boleh mengambil air, walaupun
seteguk. Di hari minum mereka unta tidak akan minum, walaupun seteguk. Itulah
yang diperingatkan oleh Nabi Shalih; “(Jagalah) unta Allah dan minumannya.”
(ujung ayat 13). Artinya janganlah perjanjian dan pembahagian itu dilanggar,
turutilah baik-baik dan jangan unta Allah itu diganggu supaya kalian selamat.
“Tetapi mereka dustakan dia.”
(pangkal ayat 14). Mulanya mereka langgar
peraturan yang telah diperbuat itu. Karena si celaka itu, dua orang kepalanya,
yaitu si Qadar dan si Mashda ingin minuman tuak di rumah kekasih mereka seorang
perempuan jahat. Setelah tuak itu dihidangkan ternyata sangat tebal alkoholnya.
Mereka ingin ditambah sedikit dengan air. Tetapi pada malam itu air tidak ada
dalam kendi perempuan itu, dan malam itu air tidak boleh diambil ke telaga,
sebab sedang hari minuman unta. Maka dengan sombongnya kedua kepala penjahat
atau orang celaka itu menyuruh anak buah mereka menyauk air dan minum
sepuas-puasnya dan jangan diperdulikan peraturan yang dibuat Nabi Shalih itu.
Kalau membuat-buat peraturan yang mengikat kemerdekaan mereka, kalau perlu
Shalih sendiri dibunuh; “Lalu mereka bunuh unta itu.” Yang dinamai “Naqat
Allah”, unta Allah. Unta itu mereka bunuh beramai-ramai pada malam itu juga, mereka
bagi-bagi dagingnya dan mereka makan bersama-sama. “Maka Tuhan mereka pun
mencurahkan azab kepada mereka lantaran dosa mereka itu.” Sebagaimana telah
disebutkan dalam beberapa Surat sebelum ini, didatangkan Tuhanlah kepada mereka
siksaan tiga hari lamanya; khusus kepada sekalian mereka yang telah memakan
daging unta itu; Hari pertama seluruh badan jadi kuning, hari kedua masak jadi
merah, hari ketiga menjadi hitam. Dan pada petang hari yang ketiga itu
kedengaranlah suara pekik yang sangat hebatnya, sehingga pecahlah anak telinga
mendengarkannya dan sampai kepada perut pun jadi pecah. Adapun orang yang tidak
turut memakan daging unta itu telah dibawa oleh Nabi Shalih terlebih dahulu
meninggalkan negeri itu, sehingga mereka pun selamat; “Hingga Dia ratakan kebinasaan
itu.” (ujung ayat 14). Tidak ada yang terlepas, semua yang bersalah, laki-laki
dan perempuan, bahkan siapa saja pun rata disapu oleh azab itu, kecuali
orang-orang yang beriman yang telah dapat memelihara diri di bawah pimpinan
Nabi Shalih sebelum azab turun.
“Maka tidaklah Dia menghiraukan
akibat dari kesalahan mereka.” (ayat 15). Artinya, jika semua yang bersalah itu
mendapat siksa yang rata dari Allah, tanpa kecuali, janganlah sampai orang
menyangka bahwa Allah berbuat aniaya kepada hamba-Nya. Azab Allah itu adalah
akibat saja. Di dalam ayat tersebut uqbaaha daripada pelanggaran yang
telah mereka lakukan. Maka segala manusia pun demikianlah jalan yang akan
mereka tempuh. Tidaklah mereka dengan tiba-tiba datang dan diazab saja. Tuhan
terlebih dahulu memberikan Ilham mana jalan yang salah dan yang buruk
dan mana pula jalan yang takwa dan selamat. Untuk perlengkapannya maka Allah
mengutus Rasul, guna menyempurnakan ilham yang diberikan Tuhan itu.
Berbahagialah orang yang berusaha mensucikan dirinya lahir dan batin, dan
celakalah orang yang mengotorinya. Cobalah perhatikan kaum Tsamud itu; telah
Tuhan utus seorang Rasul kepada mereka. Lalu mereka meminta tanda dia jadi
Utusan Tuhan. Permohonan mereka dikabulkan. Lalu diikat janji dan disetujui
bersama, dan Tuhan pun menciptakan Unta Allah itu. Tetapi rupanya masih ada di
antara mereka yang mengotori diri dengan perangai-perangai jahat dan celaka,
sampai mereka bunuh unta itu, dan mereka bagi-bagikan dagingnya dan mereka
makan bersukaria, seakan-akan mempertontonkan bahwa peraturan dan perjanjian
dengan Allah itu tidaklah akan mencelakakan diri kalau dilanggar. Akibatnya
ialah bahwa Allah mengambil sikap; mereka pun dihancurkan.
Maka tidaklah Allah menghiraukan
atau sedikit pun Allah tidak merasa kasihan, meskipun sifat Allah itu adalah
Rahman, dan Rahim, Pengasih dan Penyayang. Terhadap orang ini Tuhan melakukan
sifatnya: ‘Aziizun, dzun-tiqaam. Artinya Gagah Perkasa dan membalas
kesalahan dengan setimpal. Karena dalam sifat-sifat yang demikian tidak sedikit
pun kurang atau rusak sifat Rahman dan Rahim Allah itu. Bahkan Rahman dan Rahim
kepada makhluk-Nya dan hamba-Nya yang lain, diperlihatkan hal ini kepada
mereka, karena Allah Kasih dan Sayang, jangan sampai hamba yang lain menempuh
jalan yang salah itu pula.
Itulah artinya bahwa Allah tiada
menghiraukan akibat dari kesalahan mereka, sebagaimana yang terlukis pada ayat
15 ayat penutup Surat.
Pokok-pokok
isinya :
Kaum Tsamud telah dihancurkan Allah karena kedurhakaannya. Tuhan membayangkan bahwa hal ini adalah mudah bagi-Nya, sebagaimana mudahnya menciptakan benda-benda alam, siang dan malam, dan menciptakan jiwa yang tersebut dalam sumpah-Nya; Allah memberitahukan kepada manusia jalan ketakwaan dan jalan kekafiran; manusia mempunyai kebebasan memilih antara kedua jalan itu.
Kaum Tsamud telah dihancurkan Allah karena kedurhakaannya. Tuhan membayangkan bahwa hal ini adalah mudah bagi-Nya, sebagaimana mudahnya menciptakan benda-benda alam, siang dan malam, dan menciptakan jiwa yang tersebut dalam sumpah-Nya; Allah memberitahukan kepada manusia jalan ketakwaan dan jalan kekafiran; manusia mempunyai kebebasan memilih antara kedua jalan itu.
Surat Asy Syams berisi dorongan kepada manusia untuk membersihkan
jiwanya agar mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat dan menyatakan
bahwa Allah akan menimpakan azab kepada orang-orang yang mengotori jiwanya
seperti halnya kaum Tsamud.
Biasanya surat Asy Syamsi dipakai untuk mengerjakan sholat Dhuha dan dibaca pada rakaat pertama. Tetapi juga bukan merupakan keharusan. jika belum hafal boleh saja membaca surat pendek yang lainnya.
Kegiatan Remaja masjid diakhiri dengan acara lain - lain dengan bahasan sebagai berikut :
1. Anggota Remaja masjid kelas 8 supaya lebih aktif.
2. Rencana pembuatan seragam belum terealisasi.
3. Uang kas untuk kelancaran kegiatan belum bertambah.
4. Rencana pertemuan 2 minggu yang akan datang :
a. Pembawa acara : Annisa Noor Fadillah dari kelas 7A
b. Qari : Sekar Anugerahaeni Putri dari kelas 7B
c. Cadangan Qari : Rayhan Reza Saputra dari kelas 8I
d. Kultum : Elvin Farizqi dari kelas 8A
e. Cadangan Kultum : Irvan Wijatmoko dari kelas 8A
5. Membuat grup di Whats App dengan admin group Berliana Fadillah Faiza dari kelas 8A dan Endrik Yossi Pratama dari kelas 8I dikarenakan grup BBM yang sudah dibuat tahun lalu tidak efektif lagi. Anggota Remaja Masjid bisa mendaftarkan nomor HPnya ke admin group untuk bergabung.
Semoga kegiatan pada pertemuan mendatang dapat berjalan dengan lancar.
NB : MASIH TERBUKA KESEMPATAN UNTUK YANG INGIN BERGABUNG DI KEGIATAN REMAJA MASJID.